Pengetahuan tentang alergi tersebut baru aja aku dapet kemarin, pas ikutan acara Bicara Gizi yang diselenggarakan Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia dalam rangka menyambut Pekan Alergi Dunia (World Allergy Week). Acaranya diselenggarakan secara virtual via Zoom Meeting. Meskipun hari itu lumayan padet karena ada meeting, akhirnya bisa nyempetin cari ilmu disana dan ilmunya bener-bener berguna.
Gimana gak banyak banget ilmu yang didapet, pembicaranya juga gak main-main. Ada Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes yang merupoakan Konsultan Alergi dan Imunologi Anak; ada Putu Andani, M.Psi., yang merupakan seorang Psikolog dari TigaGenerasi; ada Chacha Thaib sebagai seorang ibu yang memiliki anak alergi; dan juga ada Arif Mujahidin sebagai Corporate Communication Director Danone Indonesia.
Ribet gak sih belajar tentang alergi, apalagi secara virtual? Jawabannya gak sama sekali. Semua pakar dii bidangnya bisa menjelaskan dengan bahasa yang simple, jadi aku sebagai orang awam pun bisa ngerti.
Apa itu Alergi?
Simplenya, alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap benda tertentu yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi yang sama pada orang lain.
Dalam dua dekade terakhir, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat bahwa angka kejadian alergi pada anak di Indonesia meningkat. Bahkan, alergi susu sapi pada dermatitis atopik ditemukan hingga 60%.
Faktor yang Meningkatkan Risiko Alergi
Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes menjelaskan bahwa alergi itu banyak dipengaruhi keluarga. Apa saja faktor-faktirnya?
- Orangtua dengan riwayat alergi
- Anak yang lahir secara Sectio Caesaria
- Anak yang dekat dengan asap rokok/polusi
Dampak dari alergi ternyata gak cuma dirasakan sama anak yang mengalami alergi, lebih jauh lagi, berdampak pada keluarga bahkan masyarakat. Bagi anak, alergi bisa meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti obesitas, penyakit jantung dan hipertensi. Anak dengan alergi juga cenderung terlambat pertumbuhannya apabila terlambat di diagnosa dan ditangani dengan kurang optimal.
Sementara itu, dampak ekonomi juga harus dihadapi keluarga dengan meningkatnya biaya pengobatan dan biaya tidak langsung.
Apa yang Harus Dilakukan Ketika Anak Memiliki Risiko Alergi?
Orangtua yang memiliki alergi, sedikit banyak akan diturunkan kepada anak. Deg-degan dong, secara aku punya alergi sama debu dan khawatir anakku juga punya alergi meskipun suamiku gak punya riwayat alergi.
Tapi ternyata, risiko alergi bisa diintervensi dengan deteksi sejak dini dan manajemen nutrisi yang tepat sejak 1000 hari pertama kehidupan. Jadi, mulai dari kandungan udah harus siap-siap screening risiko alergi anak dan diperhatikan nutrisinya.
Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes juga mengatakan, kalau salah satu solusi alergi adalah ASI eksklusif 6 bulan! Setelah 6 bulan dengan ASI eksklusif, anak mulai bisa diberi makanan padat dengan menu yang disesuaikan.
Nah sejak hari pertama kehamilan, ibu harus menjauhi yang namanya asap rokok, baik aktif maupun pasif. Jauh-jauh deh dari asep rokok, karena salah satu faktor yang meningkatkan risiko alergi adalah anak yang terpapar asap rokok.
Screening Risiko Alergi pada Anak Sejak Dini dengan Allergy Risk Screener dari Nutriclub
Karena dampak jangka panjang dari alergi yang sering kali diabaikan pedahal cukup merugikan orang tua dan anak yang punya alergi, Danone SN Indonesia memiliki komitmen untuk menawarkan inovasi terkait deteksi risiko alergi maupun manajemen nutrisi dengan menghadirkan Allergy Risk Screener by Nutriclub. Tujuannya, untuk mempermudah orang tua mengetahui besar risiko alergi anak berdasarkan riwayat alergi keluarga.
Allergy Risk Screener by Nutriclub diluncurkan sejak Maret 2020 dan telah diakses lebih dari 20.000 kali. Aku sebagai calon orang tua juga penasaran banget sama resiko alergi anak aku ketika lahir, dan langsung nyobain Allergy Risk Screener by Nutriclub.
Jadi ketika masuk ke websitenya, aku langsung diarahkan untuk mengisi beberapa pertanyaan. Mudah banget, dan jawabannya disesuaikan dengan kondisi real yang dialami Mama, Papa dan saudara kandung. Pertanyaan pertama ditujukan untuk Mama, pertanyaan kedua ditujukan untuk Papa, dan pertanyaan ketiga ditujukan untuk saudara kandung alami. Pertanyaannya seputar ciri-ciri alergi yang dialami masing-masing.
Setelah selesai dengan ciri-ciri alergi, Mama langsung mengisi data mulai dari Nama, No Telepon, Alamat Email, kondisi Mama saat ini dan langsung diarahkan untuk melihat hasilnya.
Setelah mengisi semua yang dibutuhkan, ternyata risiko alergi anakku adalah 20-30%. Hasil test bisa di print, dan disana Mama juga akan diarahkan untuk berkonsultasi dengan dokter anak.
Simple banget step by stepnya, dan akupun jadi tau berapa persen risiko alergi anakku. Next, aku bakalan cari waktu buat konsultasi sama dokter anak mengenai hal ini.
Bicara Gizi kali ini bener-bener ngebantu aku pribadi buat mengenal alergi pada anak dan jadi tahu pentingnya langkah-langkah pencegahan alergi sejak dini.
Post a Comment