• by Oktavia Wijaya
Sebagai ibu-ibu kemarin sore, aku kira alergi pada anak itu adalah sesuatu yang mau gak mau harus diterima karena ada turunan dari orang tuanya. Tapi ternyata, alergi pada anak bisa dicegah loh! Caranya? Dengan screening risiko alergi dan manajemen nutrisi yang tepat.
Pengetahuan tentang alergi tersebut baru aja aku dapet kemarin, pas ikutan acara Bicara Gizi yang diselenggarakan Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia dalam rangka menyambut Pekan Alergi Dunia (World Allergy Week). Acaranya diselenggarakan secara virtual via Zoom Meeting. Meskipun hari itu lumayan padet karena ada meeting, akhirnya bisa nyempetin cari ilmu disana dan ilmunya bener-bener berguna.
Gimana gak banyak banget ilmu yang didapet, pembicaranya juga gak main-main. Ada Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes yang merupoakan Konsultan Alergi dan Imunologi Anak; ada Putu Andani, M.Psi., yang merupakan seorang Psikolog dari TigaGenerasi; ada Chacha Thaib sebagai seorang ibu yang memiliki anak alergi; dan juga ada Arif Mujahidin sebagai Corporate Communication Director Danone Indonesia.
Ribet gak sih belajar tentang alergi, apalagi secara virtual? Jawabannya gak sama sekali. Semua pakar dii bidangnya bisa menjelaskan dengan bahasa yang simple, jadi aku sebagai orang awam pun bisa ngerti.
Karena dampak jangka panjang dari alergi yang sering kali diabaikan pedahal cukup merugikan orang tua dan anak yang punya alergi, Danone SN Indonesia memiliki komitmen untuk menawarkan inovasi terkait deteksi risiko alergi maupun manajemen nutrisi dengan menghadirkan Allergy Risk Screener by Nutriclub. Tujuannya, untuk mempermudah orang tua mengetahui besar risiko alergi anak berdasarkan riwayat alergi keluarga.
Pengetahuan tentang alergi tersebut baru aja aku dapet kemarin, pas ikutan acara Bicara Gizi yang diselenggarakan Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia dalam rangka menyambut Pekan Alergi Dunia (World Allergy Week). Acaranya diselenggarakan secara virtual via Zoom Meeting. Meskipun hari itu lumayan padet karena ada meeting, akhirnya bisa nyempetin cari ilmu disana dan ilmunya bener-bener berguna.
Gimana gak banyak banget ilmu yang didapet, pembicaranya juga gak main-main. Ada Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes yang merupoakan Konsultan Alergi dan Imunologi Anak; ada Putu Andani, M.Psi., yang merupakan seorang Psikolog dari TigaGenerasi; ada Chacha Thaib sebagai seorang ibu yang memiliki anak alergi; dan juga ada Arif Mujahidin sebagai Corporate Communication Director Danone Indonesia.
Ribet gak sih belajar tentang alergi, apalagi secara virtual? Jawabannya gak sama sekali. Semua pakar dii bidangnya bisa menjelaskan dengan bahasa yang simple, jadi aku sebagai orang awam pun bisa ngerti.
Apa itu Alergi?
Simplenya, alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap benda tertentu yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi yang sama pada orang lain.
Dalam dua dekade terakhir, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat bahwa angka kejadian alergi pada anak di Indonesia meningkat. Bahkan, alergi susu sapi pada dermatitis atopik ditemukan hingga 60%.
Faktor yang Meningkatkan Risiko Alergi
Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes menjelaskan bahwa alergi itu banyak dipengaruhi keluarga. Apa saja faktor-faktirnya?
- Orangtua dengan riwayat alergi
- Anak yang lahir secara Sectio Caesaria
- Anak yang dekat dengan asap rokok/polusi
Dampak dari alergi ternyata gak cuma dirasakan sama anak yang mengalami alergi, lebih jauh lagi, berdampak pada keluarga bahkan masyarakat. Bagi anak, alergi bisa meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti obesitas, penyakit jantung dan hipertensi. Anak dengan alergi juga cenderung terlambat pertumbuhannya apabila terlambat di diagnosa dan ditangani dengan kurang optimal.
Sementara itu, dampak ekonomi juga harus dihadapi keluarga dengan meningkatnya biaya pengobatan dan biaya tidak langsung.
Apa yang Harus Dilakukan Ketika Anak Memiliki Risiko Alergi?
Orangtua yang memiliki alergi, sedikit banyak akan diturunkan kepada anak. Deg-degan dong, secara aku punya alergi sama debu dan khawatir anakku juga punya alergi meskipun suamiku gak punya riwayat alergi.
Tapi ternyata, risiko alergi bisa diintervensi dengan deteksi sejak dini dan manajemen nutrisi yang tepat sejak 1000 hari pertama kehidupan. Jadi, mulai dari kandungan udah harus siap-siap screening risiko alergi anak dan diperhatikan nutrisinya.
Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes juga mengatakan, kalau salah satu solusi alergi adalah ASI eksklusif 6 bulan! Setelah 6 bulan dengan ASI eksklusif, anak mulai bisa diberi makanan padat dengan menu yang disesuaikan.
Nah sejak hari pertama kehamilan, ibu harus menjauhi yang namanya asap rokok, baik aktif maupun pasif. Jauh-jauh deh dari asep rokok, karena salah satu faktor yang meningkatkan risiko alergi adalah anak yang terpapar asap rokok.
Screening Risiko Alergi pada Anak Sejak Dini dengan Allergy Risk Screener dari Nutriclub
Karena dampak jangka panjang dari alergi yang sering kali diabaikan pedahal cukup merugikan orang tua dan anak yang punya alergi, Danone SN Indonesia memiliki komitmen untuk menawarkan inovasi terkait deteksi risiko alergi maupun manajemen nutrisi dengan menghadirkan Allergy Risk Screener by Nutriclub. Tujuannya, untuk mempermudah orang tua mengetahui besar risiko alergi anak berdasarkan riwayat alergi keluarga.
Allergy Risk Screener by Nutriclub diluncurkan sejak Maret 2020 dan telah diakses lebih dari 20.000 kali. Aku sebagai calon orang tua juga penasaran banget sama resiko alergi anak aku ketika lahir, dan langsung nyobain Allergy Risk Screener by Nutriclub.
Jadi ketika masuk ke websitenya, aku langsung diarahkan untuk mengisi beberapa pertanyaan. Mudah banget, dan jawabannya disesuaikan dengan kondisi real yang dialami Mama, Papa dan saudara kandung. Pertanyaan pertama ditujukan untuk Mama, pertanyaan kedua ditujukan untuk Papa, dan pertanyaan ketiga ditujukan untuk saudara kandung alami. Pertanyaannya seputar ciri-ciri alergi yang dialami masing-masing.
Setelah selesai dengan ciri-ciri alergi, Mama langsung mengisi data mulai dari Nama, No Telepon, Alamat Email, kondisi Mama saat ini dan langsung diarahkan untuk melihat hasilnya.
Setelah mengisi semua yang dibutuhkan, ternyata risiko alergi anakku adalah 20-30%. Hasil test bisa di print, dan disana Mama juga akan diarahkan untuk berkonsultasi dengan dokter anak.
Simple banget step by stepnya, dan akupun jadi tau berapa persen risiko alergi anakku. Next, aku bakalan cari waktu buat konsultasi sama dokter anak mengenai hal ini.
Bicara Gizi kali ini bener-bener ngebantu aku pribadi buat mengenal alergi pada anak dan jadi tahu pentingnya langkah-langkah pencegahan alergi sejak dini.
• by Oktavia Wijaya
Bye mual, muntah!
Seneng banget rasanya berpisah dengan rasa mual seharian yang biasanya dirasakan pas awal kehamilan. Kalau katanya di awal kehamilan itu masanya morning sickness, aku ngalaminnya all day sickness!
Seharian mual, kadang-kadang muntah. Cium bau makanan, muntah. Minum kebanyakan, muntah. Tidur posisinya gak enak. Sampai keresek item selalu sedia disamping tempat tidur, kalau-kalau muntah mendadak dan lelah bolak balik kamar mandi.
Di awal kehamilan dengan segala kebingunganku sebagai calon ibu, aku super melow. Gampang banget sedih, khawatir, bahkan lebay banget ngerasa sanggup gak ya melewati ini? Pedahal ya sebenernya ini hal yang lumrah ketika hamil, kecuali hamil kebo. Tapi ya namanya kehamilan pertama dan belum tau apapun, pasti overthinking. Ditambah, suami juga sama bingungnya.
Seneng banget rasanya berpisah dengan rasa mual seharian yang biasanya dirasakan pas awal kehamilan. Kalau katanya di awal kehamilan itu masanya morning sickness, aku ngalaminnya all day sickness!
Seharian mual, kadang-kadang muntah. Cium bau makanan, muntah. Minum kebanyakan, muntah. Tidur posisinya gak enak. Sampai keresek item selalu sedia disamping tempat tidur, kalau-kalau muntah mendadak dan lelah bolak balik kamar mandi.
Di awal kehamilan dengan segala kebingunganku sebagai calon ibu, aku super melow. Gampang banget sedih, khawatir, bahkan lebay banget ngerasa sanggup gak ya melewati ini? Pedahal ya sebenernya ini hal yang lumrah ketika hamil, kecuali hamil kebo. Tapi ya namanya kehamilan pertama dan belum tau apapun, pasti overthinking. Ditambah, suami juga sama bingungnya.
Trisemester Pertama Kehamilan
Jadi, fase kehamilan itu dibagi menjadi tiga trisemester. Ada trisemester pertama, trisemester kedua dan trisemester ketiga. Di trisemester permana ini dimulai dari hari pertama haid terakhir dan lamanya 12 minggu atau 3 bulan.
Di trisemester pertama memang banyak drama, apalagi untuk ibu yang baru pertama kali hamil. Umumnya, ibu akan mengalami morning sickness dari mulai yang wajar sampai yang parah. Gejala fisik lain muncul pas trisemester pertama, yaitu perubahan mood, kram di bawah perut, sering buang air kecil, perubahan payudara, sakit kepala, hingga sembelit. Tapi gak semua ibu hamil mengalami ini ya.
Untuk aku pribadi, pas trisemester pertama hampir mengalami semua perubahan fisik diatas. Makannya, agak kaget juga karena tiba-tiba bedrest aja di kasur segala kerasa. Ditambah mual sama muntah dan penurunan berat badan yang bikin aku khawatir sama janin di kandungan.
Di trisemester pertama ini, hormon kehamilan terus diproduksi dalam jumlah yang banyak. Inilah yang bikin ibu mual dan muntah.
Perkembangan Janin di Trisemester Pertama
Trisemester pertama ini penting sekali karena embrio mulai berkembang dan kebutuhan nutrisi harus terjaga. Berikut perkembangan janin setiap bulannya:
- Perkembangan janin di bulan pertama (1-4 minggu)
Zigot sudah berkembang menjadi embrio, dan akan berkembang terus menjadi janin. Dalam empat minggu ini sejumlah organ vital embrio mulai tumbuh mulai dari otak, sumsum tulang belakang, sistem saraf, mata, telinga, hidung dan jantung.
Di akhir minggu keempat, embrio akan berukuran sekitar 2 milimeter. Kecil sekali ya, tapi organnya sudah mulai tumbuh.
- Perkembangan janin di bulan kedua (4-8 minggu)
Di bulan kedua, organ yang tadinya bertumbuh sudah mulai terbentuk. Organ-organ tersebut juga sudah mulai berfungsi, meskipun belum sempurna. Bagaimana dengan alat kelamin? Sudah terbentuk juga, tapi belum bisa diidentifikasi.
Beberapa anggota tubuh embrio juga sudah mulai terbentuk loh, mulai dari tangan, kaki, mulut, bibir, serta kepala. Nah saat ini juga embrio sudah bisa disebut janin karena bentuknya sudah jelas.
Berat janin di akhir minggu ke-8 sudah mencapai 1,1 gram dengan panjang sekitar 2,7 cm.
- Perkembangan janin di bulan ketiga (8-12 minggu)
Selain organ inti, di bulan ketiga kuncup gigi janin sudah mulai muncul. Jari, kuku, mulut, alat kelamin, pita suara dan kelenjar air liur mulai terbentuk sempurna. Janin sudah bisa membuka mulut loh dan jantungnya juga sudah bekerja dengan sempurna.
Sel tulang pertama kali terbentuk di bulan ketiga ini, menggantikan tulang rawan. Janin juga sudah bisa bergerak meskipun belum bisa terasa oleh ibu.
Berat janin sudah mencapai 30 gram dengan panjang sekitar 7 cm.
Baca juga: Dua Garis Merah Muda
Nutrisi Wajib di Trisemester Pertama
Poin penting dari kehamilan ini adalah mencukupi kebutuhan nutrisi, khususnya di trisemester pertama ini sebagai salah satu fase yang penting. Apa aja nutrisi wajib di trisemester pertama?
- Asam Folat
Seharusnya, asam folat sudah mulai dipenuhi sejak sebelum kehamilan. Aku pribadi pas sebelum hamil minum Hydromama yang kaya asam folat dan setelah ke dokter, kebutuhan asam folat di tambah dari vitamin tablet yang diresepkan dokter. Sebenarnya, asam folat ini untuk apa sih?
Asam folat ini mencegah resiko cacat lahir. Gak cuma dari vitamin, kamu bisa mendapatkan asam folat dari sayuran berdaun hijau (bayam, brokoli, selada), jagung, jeruk, alpukat, pepaya, pisang, hati sapi, kacang-kacangan dan gandum utuh.
- Kalsium
Kalsium penting untuk mendukung pertumbuhan gigi dan tulang bayi. Untuk ibu hamil, kalsium membantu melancarkan kerja otot dan sistem saraf selama kehamilan.
Asupan kalsium bisa didapatkan dari susu dan produk susu (keju, yogurt, butter), brokoli, sarden, ikan teri, bokcoy. Aku pribadi kebutuhan kalsiumnya dibantu vitamin yang diresepkan dokter.
- Vitamin D
Mencukupi asupan vitamin D bisa menekan resiko kelahiran bayi dengan berat badan rendah, juga bisa membantu perkembangan tulang dan gigi bayi. Untuk ibu, vitamin D bisa melawan infeksi serta mencegah resiko diabetes gestasional.
Kamu bisa konsumsi ikan salmon, susu yang dipasteurisasi dan jus jeruk untuk mendapat vitamin D. Jangan lupa juga untuk berjemur sebentar di bawah sinar matahari pagi ya untuk menyerap vitamin D alami.
- Protein
Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel, jaringan, dan organ janin selama dalam kandungan. Konsumsi ayam, daging sapi tanpa lemak, ikan, kacang-kacangan, susu dan produk susu, tempe dan tahu, serta telur untuk mendapatkan protein.
- Zat Besi
Ibu hamil membutuhkan dua kali lipat jumlah zat besi yang dibutuhkan orang normal. Kenapa? Untuk menghasilkan banyak darah dan memasok persediaan oksigen ke janin. Zat besi dibutuhkan ibu hamil untuk memproduksi sel darah merah.
Pengalaman Hamil di Trisemester Petama
Dua minggu setelah testpack dan melihat hasilnya positif, aku memutuskan untuk cek ke dokter. Pas di USG, kantung kehamilan sudah terlihat. Karena terlihat langsung pas USG, aku gak perlu USG transvaginal dan dokter langsung memberikan edukasi mengenai kehamilan.
Pantangan makanan saat kehamilan gak banyak, cuma gak boleh makan sayuran mentah, daging yang di bakar, dan steak. Yang lainnya boleh, asalkan gak berlebihan. Di kontrol pertama tersebut, aku dikasih resep vitamin, terdiri dari asam folat, penguat kandungan sama satu lagi lupa hehe.
Nah sejak itu aku mulai ngerasain mual dan muntah sampai sering bolos kantor. Psikis yang belum siap sama perubahan ini juga bikin aku gampang nangis dan bawaannya sedih terus. Khawatir sama kehamilan karena aku gak masuk makanan.
Pas lagi down kayak gitu, aku akhirnya memutuskan buat baca-baca pengalaman ibu hamil lain. Ternyata, apa yang aku alamin bukan yang paling parah, masih banyak yang lebih parah sampai harus masuk RS. Dari situ aku mulai semangat, dan bersyukur juga gak sampe separah itu.
Semangat juga muncul kalau abis kontrol dan liat janin berkembang terus. Amazed sih karena aku yang semakin kurus (turun 3kg) tapi janinnya kata dokter berkembang dengan baik. Jadi semangat buat makan meskipun harus pelan-pelan dan pilih-pilih.
Kondisi parah ini aku rasain sekitar dua bulan pertama, dan semakin berkurang di bulan ketiga. Meskipun belum bisa makan banyak dan kadang-kadang muntah, di bulan ketiga ini mood udah makin bagus. Udah mau skincare-an, udah bisa beres-beres, udah ngidam makanan sesekali.
Setelah aku belajar dari pengalaman ibu hamil lainnya, aku jadi bersyukur dan menganggap mual muntah ini sebagai hal yang biasa aja. Gak perlu khawatir, kalau muntah makan lagi. Aku mulai nerima kondisi kehamilan yang emang harus kayak gini. Aku udah gak overthinking lagi. Semenjak itu, kehamilan tiap minggunya gak kerasa dan tau-tau udah masuk trisemester kedua. Happy banget akhirnya bisa melewati drama kehamilan di trisemester pertama.
Untuk ibu-ibu yang sedang hamil trisemester pertama dan mengalami banyak drama, semangat ya! Mual muntah dan moody adalah kondisi yang wajar untuk ibu hamil, dan harus diterima dengan ikhlas. Nikmati fase ini, karena katanya nanti juga bakalan kangen.
Buat suaminya, mohon belajar juga tentang kehamilan ya dan memaklumi kondisi istri yang tidak dalam keadaan baik. Selalu support pasangan kamu, semangatin. Jangan lupa di peluk kalau lagi down, dan bilang terima kasih. Itu moodbooster banget, dan bikin semangat loh!
Subscribe to:
Posts (Atom)
Social Icons